halaman

Selasa, 01 Juli 2008

KEBANGKITAN NASIONAL

MAKNA KEBANGKITAN NASIONAL

Selasa 20 mei 2008, gegap gempita terhampar di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Konon merupakan pegelaran terbesar tahun ini di Indonesia. Pegelaran yang melibatkan lebih dari 30.000 orang, yang terdiri dari berbagai lapisan seperti pelajar, mahasiswa, TNI, dan Polri ini terlihat megah dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit.

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke100, itulah tema yang diusung dalam pagelaran tersebut. Acara yang ditonton lebih dari 60.000 pasang mata secara langsung dan ratusan juta pasang mata penduduk Indonesia yang menyaksikan dari layar kaca, sungguh meriah dan dihadiri oleh para pemimpin dan pejabat bangsa ini.

Akan tetapi apakah bangsa ini telah paham arti dari sesungguhnya Kebangkitan Nasional? Tanyalah pada diri kita masing-masing. Jika kita melihat kehidupan bangsa ini saat sekarang dan dibandingkan dengan 100tahun yang lalu, maka perbedaan besarlah yang akan lihat.

100 tahun lalu, para pemuda terdidik bangsa ini berpikir, bahwa jika negeri ini ingin terbebas dari belenggu penjajahan, maka kita harus melakukan perlawanan secara kebangsaan bukan bersifat kedaerahan lagi. Maka mulai saat itulah mulai muncul persatuan-persatuan pemuda di Indonesia yang dipelopori dengan berdirinya Boedi Utomo.

Perlawanan terhadap penjajah beralih, dari yang bersifat kedaerahan dan dengan cara kekerasan berubah menjadi perlawanan secara kebangsaan (persatuan) dan melalui cara diplomasi. Hal inilah yang pada suatu saat nanti (17 Agustus 1945) membawa bangsa ini kepada kemerdekaannya.

Sebagai mahasiswa seharusnya kita bisa membawa semangat Kebangkitan Nasional dikehidupan sehari-hari. Kita harus bersatu dalam membangun bangsa ini, tanpa melihat ras, golongan, suku maupun agama. Serta belajar untuk membangun bangsa tercinta kita ini.

Momentum 100 tahun hari kebangkitan nasional seharusnya dapat menjadi acuan, untuk lebih memajukan pendidikan di Indonesia. Bukan hanya pemerintah saja, tapi seluruh elemen masyarakat harus bersatu untuk memajukan dunia pendidikan kita. 100 tahun yang lalu para pemuda Indonesia, yang sudah merasakan pendidikan, merasa terpanggil jiwanya untuk memulai perjuangan baru. Perjuangan yang tidak lagi melibatkan pertumpahan darah dan nyawa, tetapi perjuangan dengan cara diplomasi.

Para pemuda bersatu dan membuat perkumpulan-perkumpulan, yang pada akhirnya nanti, perkumpulan-perkumpulan inilah yang akan membawa Indonesia semakin dekat dengan kemerdekaannya. Mengingat Hari Kebangkitan Nasional, pasti kita mengingat Boedi Utomo, perkumpulan pemuda-pemuda terdidik yang memprakasai bahwa perjuangan tidak lagi bersifat kedaerahan. Akan tetapi harus bersatu dan mengedepankan rasa kebangsaan dan cinta terhadap tanah airnya.

Kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina, pepatah itu sering kita dengar dari guru-guru kita, dari mulai SD,SMP hingga SMA. Beberapa dari teman kita mungkin benar-benar ada yang mengaplikasikannya, karena orangtua mereka mampu untuk membiayai anaknya sekolah disana. Seperti yang kita tahu beberapa tahun belakangan ini Cina menjadi salah satu negara yang perkembangan ekonominya sangat maju, bahkan negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara eropa sudah mulai berhati-hati dengan kemajuan negara tirai bambu ini.

Lalu, bagaimana dengan negara kita tercinta? Jangankan untuk menyaingi Cina, bersaing dengan Singapura dan Malaysia pun kita masih sangat jauh. Lemahnya Pemerintah dalam mengelola pendidikan dinegeri ini masih dinilai sangat buruk, terjadinya kesenjangan didunia pendidikan karena kurang perhatiannya pemerintah terhadap dunia pendidikan didaerah. Jika kita bandingkan sekolah-sekolah yang ada di ibukota dengan sekolah-sekolah yang ada dipedalaman dan perbatasan, bak bumi dengan langit.

Kita sebagai mahasiswa seharusnya merasa terpanggil untuk turut serta membangun dunia pendidikan di negeri ini. Tapi yang terjadi sangat jauh dari harapan. Haruskah kita diam, atau bangkit untuk membangun negeri ini? Jawaban hanya ada pada diri kita sendiri.

Tidak ada komentar:

MAKRAB JURNAL

MAKRAB JURNAL